Latihan menurut Suharno (1993) adalah suatu proses penyempurnaan
atlet secara sadar untuk mencapai prestasi maksimal dengan diberi
beban-beban fisik, tehnik, taktik dan mental yang teratur, terarah,
meningkat dan bertahab, meningkat, bertahab meningkat, berulang-ulang
waktunya. Tidak jauh berbeda dengan yang telah disampaikan diatas,
menurut Harsono latihan adalah sesuatu proses berlatih yang sistematis
yang dilakukan secara berulang-ulang, dan yang kian hari jumlah beban
latihannya kian bertambah. Artinya bahwa pelatihan dilaksanakan secara
teratur,
berencana, menurut jadwal, menurut pola dan sistem tertentu,
metodis, bersinambung dari yang sederhana ke yang lebih kompleks. Jadi
latihan yang tidak memenuhi salah satu atau lebih persyaratan tersebut
bukanlah latihan yang sistematis. Melatih adalah aktifitas pelatih
menyiapkan dan menciptakan situasi lingkungan latihan sebaik mungkin dan
menghubungkannya dengan anak latih, sehingga terjadi proses berlatih
secara efektif dan efisien untuk mencapai sasaran latihan saat itu.
Tujuan utama latihan adalah untuk meningkatkan ketrampilan dan
prestasi semaksimal mungkin. Untuk mencapai keberhasilan ada empat aspek
utama yang harus dilatih secara seksama yaitu :
Aspek Fisik : latihan fisik adalah latihan yang bertujuan untuk
meningkatkan kondisi fisik, yaitu faktoryang amat penting bagi setiap
atlet. Tanpa kondisi fisik yang baik tidak akan dapat mengikuti latihan,
apalagi pertandingan dengan sempurna.
Latihan Teknik : latihan teknik bertujuan untuk mempermahir
penguasaan ketrampilan gerak dalam suatu cabang olahraga, seperti
misalnya teknik menendang, melempar, menangkap, menggiring bola,
mengumpan dalam bolavoli, smash, menarik busur, teknik start, lari dan
sebagainya. Penguasaan ketrampilan dsri teknik dasar amatlah penting
karena menentukan kemahiran melakukan seluruh gerak dalam suatu cabang
olahraga.
Latihan Taktik : latihan taktik bertujuan untukmengembangkan dan
menumbuhkan kemampuan daya tafsir pada atlet ketika melaksanakan
kegiatan olahraga yang bersangkutan. Yang dilatih ialah pola-pola
permainan, strategi dan taktik pertahanan dan penyerangan. Latihan
taktik akan bisa berjalan mulus apabila teknik dasar sudah dikuasai
dengan baik dan atlet mempunyai kecerdasan yang baik pula.
Latihan Mental : latihan mental sama penting dengan ketiga
tersebut di atas. Sebab betapa sempurna pun perkembangan fisik, teknik
dan taktik atlet apabila mentalnya tidak turut berkembang, prestasi
tinggi tidak mungkin akan dapat dicapai. Latihan mental adalah latihan
yang lebih banyak menekankan pada perkembangan kedewasaan (maturitas)
serta emosional atlet, seperti semangat bertanding, sikap pantang
menyerah, keseimbangan emosi terutama bila dalam situasi stress, fair
play, percaya diri, kejujuran, kerjasama, serta sifat-sifat positif
lainnya. Kesalahan umum yang terjadi banyak pelatih mengabaikan dan
kurang perhatian aspek psikologis yang amat penting, karena selalu hanya
menekankan pada latihan penguasaan fisik, teknik dan taktik serta
ketrampilan yang sempurna.
Keempat aspek tersebut diatas harus diajarkan secara serempak dan
tidak satupun boleh diabaikan. Keempat aspek tersebut juga harus
dilatih dengan metode yang benar agar setiap aspek dapat berkembang
semaksimal mungkin sehingga memungkinkan tercapainya peningkatan
prestasi. Oleh karena itu, cara melatihnya harus mengacu pada definisi
latihan.
B. Pengertian aktivitas fisik
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot
rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak
ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk
penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan
kematian secara global ( WHO, 2010; Physical Activity. In Guide to
Community Preventive Services Web site, 2008).
NO
|
AKTIVITAS FISIK
|
KALORI YANG DIKELUARKAN
|
1.
|
Cuci Baju | 3,56 Kcal/menit |
2.
|
Mengemudi Mobil | 2,80 Kcal/menit |
3.
|
Mengecat Rumah | 3,50 Kcal/menit |
4.
|
Potong Kayu | 3,80 Kcal/menit |
5.
|
Menyapu Rumah | 3,90 Kcal/menit |
6.
|
Jalan Kaki (kec. 3,5 Mil/jam) | 5,60 – 7,00 Kcal / menit |
7.
|
Mengajar | 1,70 Kcal/menit |
8.
|
Membersihkan Jendela | 3,70 Kcal/menit |
9.
|
Berkebun | 5,60 Kcal/menit |
10.
|
Menyetrika | 4,20 Kcal/menit |
Training Zone merupakan zona atau batasan terendah sampai tertinggi dari latihan seseorang berdasarkan umurnya agar memperoleh hasil yang maksimal dalam berlatih.
Dasar penghitungan Training Zone adalah Denyut Nadi Maksimal ( DNM ),
DNM = 220 – Usia
Contoh Training Zone, misal usia 21 tahun
220 – usia (21) = 199/menit
Training Zone nya
Minimal 60% dari 199 adalah 119, 4/menit
Maksimal 90% dari 199 adalah 179, 1/menit
Maka hendaknya saya berlatih dengan denyut nadi diatas 119/menit dan dibawah 179/menit agar mencapai hasil yang maksimal.
Latihan dengan intensitas rendah yaitu 60% – 70%
Latihan dengan intensitas sedang yaitu 70% – 80%
Latihan dengan intensitas tinggi yaitu 80% – 90%
Jika seseorang berlatih dibawah batas minimal dari training zone nya maka latihannya tidak akan meningkat. Sebaliknya jika lebih dari 90% maka dia bias pingsan.
1. Denyut Nadi Basal adalah denyut nadi yang dihitung bangun tidur tetapi tidak mimpi, tidak turun dari tempat tidur
2.Denyut Nadi Istirahat adalah denyut nadi waktu tidak melakukan aktifitas ( 60-80 detak/menit.
3.Denyut Nadi Latihan adalah denyut nadi yang harus dipatuhi dalam berlatih untuk mencapai latihan yang maksimal ( 60 – 90 % dari DNM )
4. Denyut Nadi Pemulihan adalah denyut nadi beberapa saat setelah latihan
C. Prinsif Latihan
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan
dalam rangka meningkatkan kemampuan dan prestasi atlet adalah penerapan
prinsip-prinsip latihan dalam pelaksanaan program latihan. Hal ini
disebabkan prinsip-prinsip latihan merupakan faktor yang mendasar dan
perlu diperhatikan dalam pelaksanaan suatu program latihan. Harsono
(1991:83) menyatakan:
Agar prestasi dapat meningkat, latihan harus
berpedoman pada teori dan prinsip latihan. Tanpa berpedoman pada teori
dan prinsip latihan yang benar, latihan seringkali menjurus ke praktek
mala-latih (mal-practice) dan latihan yang tidak sistematis-metodis sehingga peningkatan prestasi sukar dicapai.
Prinsip-prinsip latihan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Pemanasan tubuh penting dilakukan sebelum
berlatih. Tujuan pemanasan ialah untuk mempersiapkan fungsi organ tubuh
guna menghadapi kegiatan yang lebih berat dalam hal ini adalah
penyesuaian terhadap latihan inti.
- Prinsip beban lebih (overload principle)
Sistem faaliah dalam tubuh pada umumnya
mampu untuk menyesuaikan diri dengan beban kerja dan tantangan-tantangan
yang lebih berat. Selama beban kerja yang diterima masih berada dalam
batas-batas kemampuan manusia untuk mengatasinya dan tidak terlalu berat
sehingga menimbulkan kelelahan yang berlebihan, selama itu pulalah
proses perkembangan fisik maupun mental manusia masih mungkin, tanpa
merugikannya. Jadi beban latihan yang diberikan kepada atlet haruslah
cukup berat dan cukup bengis namun realistis yaitu sesuai dengan
kemampuan atlet, serta harus dilakukan berulang kali dengan intensitas
yang tinggi. Harsono (2004:9) menyatakan, “Beban latihan yang diberikan
kepada atlet haruslah secara periodik dan progresif ditingkatkan.”
- Prinsip sistematis (systematic principle)
Latihan yang benar adalah latihan yang
dimulai dari kegiatan yang mudah sampai kegiatan yang sulit, atau dari
beban yang ringan sampai beban yang berat. Hal ini berkaitan dengan
kesiapan fungsi faaliah tubuh yang membutuhkan penyesuaian terhadap
beratnya beban yang diberikan dalam latihan. Dengan berlatih secara
sistematis dan dilakukan berulang-ulang yang konstan, maka
organisasi-organisasi sistem persyarafan dan fisiologis akan menjadi
bertambah baik, gerakan yang semula sukar akan menjadi gerakan yang
otomatis dan reflektif.
- Prinsip intensitas (intensity principle)
Perubahan-perubahan fungsi fisiologis yang
positif hanyalah mungkin apabila atlet dilatih melalui suatu program
latihan yang intensif yang dilandaskan pada prinsip overload dimana
secara progresif menambah beban kerja, jumlah pengulangan serta kadar
intensitas dari pengulangan tersebut. Harsono (2004:11) menyatakan,
“Intensitas yang kurang dari 60%-70% dari kemampuan maksimal atlet tidak
akan terasa training effect-nya (dampak/manfaat latihannya).
- Prinsip pulih asal (recovery principle)
Harsono (2004:11) menyatakan, “Perkembangan
atlet bergantung pada pemberian istirahat yang cukup seusai latihan agar
regenerasi tubuh dan dampak latihan bisa dimaksimalkan.” Dalam hal ini
atlet perlu mengembalikan kondisinya dari kelelahan akibat latihan
melalui istirahat.
- Prinsip variasi latihan
Latihan dalam jangka waktu yang lama sering
menimbulkan kejenuhan bagi atlet, apalagi program latihan yang
dilaksanakan bersifat jangka panjang. Oleh karena itu, latihan harus
dilaksanakan melalui berbagai macam variasi sehingga beban latihan akan
terasa ringan dan menggembirakan. Apalagi variasi latihan yang
diterapkan sesuai dengan kebutuhan. Harsono (2004:11) menyatakan, “Untuk
mencegah kebosanan berlatih, pelatih harus kreatif dan pandai
menerapkan variasi-variasi dalam latihan.”
- Prinsip perkembangan multilateral
Harsono (2004:11) menyatakan, “Prinsip ini
menganjurkan agar anak usia dini jangan terlalu cepat dispesialisasikan
pada satu cabang olahraga tertentu.” Dalam hal ini sebaiknya anak
diberikan kebebasan untuk terlibat dalam berbagai aktivitas olahraga
agar ia bisa mengembangkan dirinya secara multilateral baik dalam aspek
fisik, mental maupun sosialnya.
- Prinsip individualisasi
Harsono (2004:9) menyatakan, “Agar latihan
bisa menghasilkan yang terbaik, prinsip individualisasi harus senantiasa
diterapkan dalam latihan.” Artinya beban latihan harus disesuaikan
dengan kemampuan adaptasi, potensi, serta karakteristik spesifik dari
atlet.
- Prinsip spesifik (specificity principle)
Prinsip ini mengisyaratkan bahwa latihan itu
harus spesifik, yaitu benar-benar melatih apa yang harus dilatih.
Harsono (2004:10) menyatakan, “Manfaat maksimal yang bisa diperoleh dari
rangsangan latihan hanya akan terjadi manakala rangsangan tersebut
mirip atau merupakan replikasi dari gerakan-gerakan yang dilakukan dalam
olahraga tersebut.”
E. Aspek Latihan
Pengoptimalan faktor eksogen seperti
latihan-latihan, pengoptimalan fungsi dan peran pelatih dalam
pengembangan kemampuan atlet adalah hal utama bagi upaya meningkatkan
dan mencapai suatu prestasi. Pengoptimalan tersebut tentu mengacu pada
tujuan yang ditetapkan. Penetapan tujuan dimaksudkan agar aktivitas atau
usaha yang dilakukan terarah dan teramati. Bagi seorang atlet
usaha-usaha tersebut adalah latihan. Mengenai latihan sebagai faktor
eksogen, Harsono (1988:100) menjelaskan, “Tujuan serta sasaran utama
dari latihan atau training adalah untuk membantu atlet meningkatkan
keterampilan dan prestasinya semaksimal mungkin”. Adapun aspek-aspek
latihan yang perlu dilatih secara seksama oleh atlet adalah latihan
fisik, teknik, taktik dan mental. Keempat aspek tersebut saling
memberikan pengaruh terhadap pencapaian suatu hasil, sehingga proses
pelatihannya pun harus menyeluruh dan mencakup aspek-aspek tersebut.
Batasan atau pengertian keempat aspek latihan tersebut adalah sebagai berikut:
- Latihan fisik adalah latihan yang ditujukan untuk mengembangkan kondisi fisik secara keseluruhan.
- Latihan teknik adalah latihan yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan dalam penguasaan gerakan-gerakan suatu cabang olahraga.
- Latihan taktik adalah latihan yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan dalam menyiasati keadaan atau kondisi yang ada baik di dalam maupun di luar diri atlet.
- Latihan mental adalah latihan yang ditujukan untuk mengembangkan kematangan dan perkembangan emosional.
E. Hal yang Perlu di Perhatikan Dalam Latihan.
a. Intensitas Latihan
Hidayat (1990:53) menyatakan, “Semua gerakan yang eksplosif memerlukan energi yang besar”. Ini berarti pengeluaran energi merupakan indikasi tingkat intensitas suatu pekerjaan. Tentang intensitas latihan oleh Moeloek (1984:12) dijelaskan, “Intensitas latihan menyatakan beratnya latihan”. Kemudian Chu (1989:13) menyatakan, “Intensity is effort involved in performing a given task”. Jadi intensitas latihan adalah besarnya beban latihan yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu.
Untuk mengetahui suatu intensitas latihan atau pekerjaan adalah dengan mengukur denyut jantungnya. Cara mengukur intensitas ini oleh Harsono (1988:115) dijelaskan, “Intensitas latihan dapat diukur dengan berbagai cara, yang paling mudah adalah dengan cara mengukur denyut jantung (heart rate)”. Selanjutnya Katch dan Mc Ardle yang dikutip oleh Harsono (1988:116) menjelaskan:
Hidayat (1990:53) menyatakan, “Semua gerakan yang eksplosif memerlukan energi yang besar”. Ini berarti pengeluaran energi merupakan indikasi tingkat intensitas suatu pekerjaan. Tentang intensitas latihan oleh Moeloek (1984:12) dijelaskan, “Intensitas latihan menyatakan beratnya latihan”. Kemudian Chu (1989:13) menyatakan, “Intensity is effort involved in performing a given task”. Jadi intensitas latihan adalah besarnya beban latihan yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu.
Untuk mengetahui suatu intensitas latihan atau pekerjaan adalah dengan mengukur denyut jantungnya. Cara mengukur intensitas ini oleh Harsono (1988:115) dijelaskan, “Intensitas latihan dapat diukur dengan berbagai cara, yang paling mudah adalah dengan cara mengukur denyut jantung (heart rate)”. Selanjutnya Katch dan Mc Ardle yang dikutip oleh Harsono (1988:116) menjelaskan:
1) Intensitas latihan dapat diukur dengan cara menghitung denyut
jantung/nadi dengan rumus: denyut nadu meksimum (DNM) = 220 – umur
(dalam tahun). Jadi seseorang yang berumur 20 tahun, DNM-nya = 220 – 20 =
200.
2) Takaran intensitas latihan
a. Untuk olahraga prestasi: antara 80%-90% dari DNM. Jadi bagi atlet yang berumur 20 tahun tersebut taakaran intensitas yang harus dicapainya dalam latihan adalah 80%-90% dari 200 = 160 sampai dengan 180 denyut nadi/menit.
b. Untuk olahraga kesehatan: antara 70%-85% daari DNM. Jadi untuk orang yang berumur 40 tahun yang berolahraga menjaga kesehatan dan kondisi fisik, takaaran intensitas latihannya sebaiknya adalah70%-85% kaali (220 – 40), sama dengan 126 s/d 153 denyut nadi/menit.
Angka-angka 160 s/d 180 denyut nadi/menit dan 126 s/d 153 denyut nadi/menit menunjukan bahwa atlet yang berumur 20 tahun dan oraaang yang berumum 40 tahun tersebut berlatih dalam training sensitive zone, atau secara singkat biasanya disebut training zone.
c. Lamanya berlatih di dalam training zone:
– Untuk olah raga prestasi: 45 – 120 menit
– Untuk olahraga kesehatan: 20 – 30 menit
2) Takaran intensitas latihan
a. Untuk olahraga prestasi: antara 80%-90% dari DNM. Jadi bagi atlet yang berumur 20 tahun tersebut taakaran intensitas yang harus dicapainya dalam latihan adalah 80%-90% dari 200 = 160 sampai dengan 180 denyut nadi/menit.
b. Untuk olahraga kesehatan: antara 70%-85% daari DNM. Jadi untuk orang yang berumur 40 tahun yang berolahraga menjaga kesehatan dan kondisi fisik, takaaran intensitas latihannya sebaiknya adalah70%-85% kaali (220 – 40), sama dengan 126 s/d 153 denyut nadi/menit.
Angka-angka 160 s/d 180 denyut nadi/menit dan 126 s/d 153 denyut nadi/menit menunjukan bahwa atlet yang berumur 20 tahun dan oraaang yang berumum 40 tahun tersebut berlatih dalam training sensitive zone, atau secara singkat biasanya disebut training zone.
c. Lamanya berlatih di dalam training zone:
– Untuk olah raga prestasi: 45 – 120 menit
– Untuk olahraga kesehatan: 20 – 30 menit
b. Volume Latihan
Dalam suatu latihan biasanya berisi drill-drill atau bentuk-bentuk latihan. Isi latihan atau banyaknya tugas yang harus diselesaikan ini disebut volume latihan. Tentang hal ini oleh Chu (1989:13) dijelaskan, “Volume is the total work performed is single work art session or cycle”. Sedangkan mengenai pentingnya volume latihan oleh Bompa (1993:57) dikatakan, “As an athlete approaches the stage of high performance, the overall volume training becomes more important”. Hal ini mengisyaratkan bahwa setiap latihan harus memperhatikan volume selain dari intensitas latihannya.
Dalam suatu latihan biasanya berisi drill-drill atau bentuk-bentuk latihan. Isi latihan atau banyaknya tugas yang harus diselesaikan ini disebut volume latihan. Tentang hal ini oleh Chu (1989:13) dijelaskan, “Volume is the total work performed is single work art session or cycle”. Sedangkan mengenai pentingnya volume latihan oleh Bompa (1993:57) dikatakan, “As an athlete approaches the stage of high performance, the overall volume training becomes more important”. Hal ini mengisyaratkan bahwa setiap latihan harus memperhatikan volume selain dari intensitas latihannya.
c. Frekuensi Latihan
Sama halnya dengan volume latihan, frekuensi latihanpun memiliki hubungan dengaan intensitas dan lamanya latihan. Makin tinggi intensitas dan makin lama waktu tiap latihan maka frekuensi latihannyapun makin sedikit. Hal ini merupakan indikasi bahwa banyaknya pertemuan atau ulangan latihan menunjukan frekuensi latihannya. Mengenai hal ini Moeloek (1984:14) menjelaskan, “Frekuensi latihan adalah ulangaan latihan yang dilakukan dalam jangka waktu satu minggu.” Kemudian Chu (1989:14) mengemukakan, “Frequency is the number of time an exercise is performed (repetition) as well as the number of time exercise session take place during a training cycle”.
Dengan demikian maka dalam latihan tendangan dollyo hal-hal tersebut di ataas perlu diperhatikan dengan seksama, karena akan menentukan suatu kualitas latihan. Tentang kualitas latihan oleh Weineck yang dikutip Hidayat (1990:21) dijelaskan, “Kualitas latihan berhubungan erat dengan perbandingan antara intensitas dengan volume.” Selanjutnya Harsono (1988:118) mengemukakan sebagai berikut:
Sama halnya dengan volume latihan, frekuensi latihanpun memiliki hubungan dengaan intensitas dan lamanya latihan. Makin tinggi intensitas dan makin lama waktu tiap latihan maka frekuensi latihannyapun makin sedikit. Hal ini merupakan indikasi bahwa banyaknya pertemuan atau ulangan latihan menunjukan frekuensi latihannya. Mengenai hal ini Moeloek (1984:14) menjelaskan, “Frekuensi latihan adalah ulangaan latihan yang dilakukan dalam jangka waktu satu minggu.” Kemudian Chu (1989:14) mengemukakan, “Frequency is the number of time an exercise is performed (repetition) as well as the number of time exercise session take place during a training cycle”.
Dengan demikian maka dalam latihan tendangan dollyo hal-hal tersebut di ataas perlu diperhatikan dengan seksama, karena akan menentukan suatu kualitas latihan. Tentang kualitas latihan oleh Weineck yang dikutip Hidayat (1990:21) dijelaskan, “Kualitas latihan berhubungan erat dengan perbandingan antara intensitas dengan volume.” Selanjutnya Harsono (1988:118) mengemukakan sebagai berikut:
Latihan yang bermutu adalah apabila latihan dan drill-drill yang
diberikan memang benar-benaar sesuai dengan kebutuhan atlet apabila
koreksi-koreksi yang konstruktif sering diberikan, apabila pengawasan
dilakukan oleh pelatih sampai ke detail-detail gerakan, dan apabila
prinsip-prinsip overload diterapkan baik dalam segi fisik maupun mental
atlet.
d. Masa Pulih
Masa pulih atau recovery dari setiap penyelesaian suatu tugas adalah hal yang perlu diperhatikan karena menyangkut kesiapan tubuh umumnya dan otot-otot khususnya untuk menerima beban tugas berikutnya. Mengenai masa pulih ini, Brittenham (1996:12) menjelaskan sebagai berikut:
Masa pulih atau recovery dari setiap penyelesaian suatu tugas adalah hal yang perlu diperhatikan karena menyangkut kesiapan tubuh umumnya dan otot-otot khususnya untuk menerima beban tugas berikutnya. Mengenai masa pulih ini, Brittenham (1996:12) menjelaskan sebagai berikut:
Adaptasi fisik terjadi pada saat istirahat, karena pada waktu itu
tubuh membangun persiapan untuk gerakan berikutnya. Maka istirahat yang
cukup akan memberikan hasil yang maksimal. Jika anda terlalu giat
berlatih dan tidak memberikan kesempatan tubuh beristirahat diantara
tiap sesi latihan, maka anda akan mengalami kelelahan atau bahkan
kemunduran.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa
dalam pelaksanaan latihan harus memperhatikan intensitas, volume,
frekuensi dan masa pulih. Hal ini dilakukan agar efektivitas dan
efesiensi latihan semakin lebih baik.
F. Komponen Fisik
Komponen fisika. Kemampuan fisik adalah suatu kondisi dan kesanggupan tubuh dalam memberikan penampilan dan pengaturan sistem gerak dalam mengatasi dan menyelesaikan pekerjaan fisik.
b. Komponen fisik, terdiri dari :
1) Postur tubuh, menunjukan bentuk dan sikap penampilan tubuh.
2) Kesegaran jasmani atau kesemaptaan jasmani dasar, menunjukan kekuatan, daya tahan dan kelincahan tubuh dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan fisik secara umum yang berat dalam waktu relatif panjang.
3) Ketangkasan jasmani, merupakan keterampilan dan ketrengginasan dalam melakukan gerakan umum dan khusus baik yang sulit maupun yang berat dengan cepat dan tepat.
c. Tingkat kesamaptaan jasmani, ketiga komponen fisik diatas sangat diperlukan oleh setiap prajurit, dan keterpaduan ketiga kommponen itulah yang disebut kesamaptaan jasmani dan selanjutnya mempunyai tingkat sebagai berikut:
1) Gerak dan olah raga, untuk membiasakan gerak alami dalam tubuh
2) Kesegaran jasmani, untuk menghadapi tugas dan kewajiban secara umum.
3) Kesiapan dan kemantapan jasmani, untuk menghadapi segala bentuk ancaman fisik.
7. Unsur-unsur setiap komponen secara umum
a. Komponen postur tubuh, unsurnya adalah :
1) Tinggi dan berat badan, menggambarkan bentuk tubuh
2) Sikap dalam penampilan
3) Struktur anatomis
b. Komponen kesegaran jasmani, unsurnya adalah :
1) Tenaga ( Power )
2) Kekuatan ( Strength )
3) Daya tahan ( Endurance )
4) Kecepatan ( Speed )
5) Ketepatan ( Accuracy )
6) Kelincahan (Agility )
7) Koordinasi ( coordinnation )
8) Keseimbangan ( Balance )
9) Kelentukan ( Flexibility )
c. Komponen ketangkasan jasmani, unsurnya adalah :
1) Kemampuan gerak secara umum ( Motor Capacity )
2) Gerakan dasar yang dimiliki ( Motor Ability )
3) Daya menyesuaikan gerak ( Motor Educability )
4) Keterampilan gerak ( Mmotoor Skill )
8. Sumber kesamaptaan jasmani, bersumber pada manusia baik fisik maupun psikis yaitu ada pada semua organ tubuh dan unsur kejiwaan.
a. Secara fisik dengan sumber utama ada pada otak, otot, jantung,, paru-paru, darah, tulang dengan susunan kerangka dan persendiannya, sedangkan sumber lainnya pada organ vital tubuh seperti hati, ginjal, mata dan lainnya.
b. Secara psikis ada pada unsur jiwa seperti intelegensi, emosi dan kepribadian.
9. Sifat kesamaptaan jasmani
Sifat kesamaptaan jasmani sama dengan sifat dari organ sebagai sumbernya dan bila disimmpulkan secara umumm adalah sebagai berikut :
a. Dapat dilatih untuk ditingkatkan.
b. Meningkat dan menurun dalam periode waktu tertentu, tidak dengan tiba-tiba ( mendadak ).
c. Tidak menetap sepanjang masa dan selalu mengikuti perkembangan usia manusia.
d. Pengembangan dengan cara praktek menggerakan tubuh dalam aktifitas jasmani.
10. Faktor yang mempengaruhi tingkat kesamaptaan jasmani
Tinggi rendahnya, cepat lambatnya, berkembang dan meningkatnya kesamaptaan jasmani dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari dalam maupun dari luar tubuh sebagai berikut :
a. Faktor dalam (Endogen) yang ada pada manusia sendiri adalah :
1) Jenis kelamin
2) Usia
3) Ras / keturunan
4) Keadaan dan sifat biologis
5) Keadaan dan sifat psikologis
6) Keadaan kesehatan
7) Bakat dan minat
b. Faktor luar (Eksogen) antara lain :
1) Makanan
2) Lingkungan alam
3) Lingkungan sosial dan budaya
4) Tugas dan pekerjaan
5) Pembina / pelatih
6) Dan lain-lain
11. Manfaat kesamaptaan jasmani
Dengan memiliki kesamaptaan jasmani yang baik sangat berguna dalam kehidupan misalnya :
a. Dengan postur yang baik dapat memberikan penampilan yang memancarkan adanya kewibawaanlahiriah serta gerak yang efisien.
b. Dengan kesegaran yang tinggi dapat tahan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berat tanpa mengalami kelelahan yang berarti atau cidera, sehingga banyak hasil yang dicapai dalam pekerjaannya.
c. Dengan ketangkasan yang tinggi banyak rintangan yang dapat diatasi sehingga semua dapat berjalan dengan cepat dan tepat untuk mencapai tugas pokok.
d. Kesamaptaan jasmani dapat memberikan dampak positif pada aspek psikis dan sosial yaitu :
1) Kepercayaan diri yang kuat.
2) Menimbulkan kepuasan dan kenikmatan dalam menjalani usia.
3) Komunikasi sosial yang serasi.
4) Meningkatkan derajat kesehatan.
5) Meningkatkan kesejahteraan dan moril.
6) Meningkatkan kewibawaan.
12. Pokok-pokok pelaksanaan pembinaan
a. Prinsip-prinsip Pembinaan jasmani. Dalam membina kesamaptaan jasmani haruslah bertolak pada 3 prinsip pokok dengan landasan-landasannya sebagai berikut :
1) Dengan landasan falsafah bahwa manusia merupakan suatu totalitas perpaduan jiwa dan jasmani, sehingga satu sama lainnya tak dapat dipisah-pisahkan. Atas dasar ini ditemukan prinsip “ meningkatnya kemampuan jasmani sekaligus dapat meningkatkan mental/psikologis “
2) Dengan landasan azas-azas kemanusiaan. Dari landasan ini ditemukan prinsip : “ Dalam meningkatkan kemampuan biologis tidak perlu adanya pengorbanan mental/psikis, demikian sebaliknya dalam meningkatkan kemampuan mental/psikis tidak perlu mengakibatkan pengorbanan biologis “.
3) Dengan landasan ilmu pengetahuan : Bahwa dalam meningkatkan kesamaptaan jasmani selalu tunduk kepada hukum-hukum biologis, psikologis dan sosial serta alam sekitar dan peraturan-peraturan yang berlaku. Atas dasar pengetahuan dan prinsip-prinsip inilah pembinaan jasmani disusun dalam sistem dan metoda untuk dilaksanakan agar dapat dipertanggung jawabkan.
b. Sistematika latihan jasmani. Latihan jasmani dimulai dari yang ringan bertahapmenuju ke yang berat dengan sistematika penyajian sebagai berikut :
1) Pemanasan 5 – 10 menit, dengan mengulangi gerakan dasar dari tubuh.
2) Latihan inti dan kegiatan-kegiatan dalam program.
3) Penenangan. Yaitu pengaturan kegiatan menuju kepenenangan sampai penghentian latihan.
c. Pembiasaan latihan. Bahwa pembiasaan latihan dapat menciptakan kemampuan. Dengan pembiasaan akan terjadi proses :
1) Adaptasi / aklimatisasi
2) Otomatisasi
3) Refleksi
13. Pertimbangan dalam Penentuan Norma Kesamaptaan Jasmani
a. Tugas. Perbedaan tugas disatuan TNI AD antara satuan tempur, satuan bantuan tempur dan satuan bantuan administrasimenurut adanya perbedaan klasifikasi Norma Kesamaptaan Jasmani.
b. Jabatan. Perbedaan jabatan dalam satuan TNI AD amat berpengaruh terhadap penentuan Norma Kesamaptaan Jasmani. Seorang Komandan / Pimpinan harus didukung oleh Kesamaptaan Jasmani yang baik agar dapat lebih mudah dalam pengendalian tugasnya. Akan tampak lebih berwibawa dalam penampilan dihadapan anak buah bila Kesamaptaannya lebih baik. Oleh karena itu Norma Kesamaptaan Jasmani bagi Komandan / Pimpinan harus dibedakan dari anggota biasa.
c. Umur. Salah satu faktor yang mempengaruhi Kesamaptaan Jasmani adalah usia. Oleh karena itu Norma Kesamaptaan diklasifikasikan berdasarkan kelompok umur.
d. Jenis Kelamin. Jenis kelamin mempengaruhi kesamaptaan jasmani. Oleh karena itu Norma Kesemaptaan dalam tugas harus dibedakan berdasarkan jenis kelamin.
PETUNJUK TEHNIS LATIHAN KESEGARAN JASMANI
Unsur-unsur kesegaran jasmani
Unsur dasar dari kesegaran jasmani ( kondisi fisik ) adalah :
a. Power ( Daya / tenaga ) Adalah kemampuan mengeluarkan kekuatan / tenaga maksimal dalam waktu yang tercepat. Seseorang yang mempunyai tenaga yang besar
1) Mempunyai kekuatan otot ( Muscular Strength ) yang besar.
2) Mempunyai kecakapan untuk memadukan kekuatan dan kecepatan.
3) Mempunyai kecepatan yang tinggi.
b. Strength ( Kekuatan ) Adalah suatu kemampuan dalam menggunakan daya atau kekuatan yang eksplosifterhadap suatu obyek ( mendorong, menekan / mengangkat / menarik ).
c. Speed ( Kecepatan ) Adalah kemampuan seseorang untuk melakukan gerakan yang sama dengan baik, dalam waktu yang tersingkat.
d. Endurance ( Daya tahan ) Kemampuan alat tubuh dalam melakukan pekerjaan yang berat dan berulang-ulang dalam waktu yang relatif lama.
e. Balance ( Keseimbangan ) Kemampuan seseorang untuk mengontrol kerjanya alat tubuh yang bersifat neuromuscular ( meniti balok, dsb ).
f. Agility ( Kelincahan ) Adalah kemampuan seseorang untuk merubah posisi dan arah gerakan tubuhnya.
g. Coordination ( Koordinasi ) Adalah kemampuan seseorang untuk merangkaikan ( membulatkan ) bermacam-macam gerakan sedemikian rupa sehingga merupakan gerakan yang bertautan.
h. Accuracy ( Ketelitian / Ketepatan ) Adalah kemampuan seseorang untuk menguasai gerakan yang terkontrol terhadap suatu sasaran ( menembak, menusuk ).
i. Flekxibility ( Kelentukan ) Adalah kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas jasmaniah dengan gerakan sendi-sendi yang luas dan tidak kaku.
15. Latihan a. Pengertian Latihan. Secara sederhana latihan dapat dirumuskan yaitu segala daya dan upaya untuk meningkatkan secara menyeluruh kondisi fisik dengan proses yang sistematis dan berulang-ulang dengan kian hari kian bertambah jumlah beban, waktu atau intensitasnya.
b. Tujuan Latihan. Semua bentuk latihan fisik bermaksud untuk meningkatkan volume oksigen ( VO2 max ) di dalam tubuh untuk dimanfaatkandalam menstimulirkerja jantung dan paru-paru sehingga dapat bekerja lebih efisien. Makin banyak oksigen dalam tubuh, makin tinggi pula daya / kemampuan kerja alat-alat tubuh.
c. Sasaran Latihan. Sasaran latihan ini adalah untuk mencapai tingkat kesegaran ( Phisical Fitness ) dalam katagori baik dan selanjutnya siap untuk melaksanakan programlatihan yang lebih berat.
16. Macam Latihan. Berbagai macam bentuk latihan / olah raga yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesegaran jasmani. Seperti : senam, berenang, bersepeda, berjalan atau lari dan lain-lain. Salah satu macam latihan yang kita gunakan adalah latihan lari atau berjalan yang dewasa ini amat populer dengan istilah aerobic. Aerobic artinya adalah hidup dengan udara ( oksigen ). Mengapa kita memilih latihan ini ? Karena latihannya mudah, murah dan manfaatnya bagi tubuh amat besar. Tetapi seperti dijelaskan diatas bahwa unsur kesegaran ini ada beberapa macam. Pada latihan lari unsur yang paling menonjol dilatih adalah Enndurance pada jantung dan paru-paru. Untuk mencapai tingkat kesegaran menyeluruh ( Totalfitness ) maka perlu juga diberikan latihan-latihan seperti : Pull Ups, Push Ups, Sit Ups, Squat-thrush, Vertical Jump atau bila memungkinkan latihan dengan alat dalam bentuk Circuit-training, Weight-training atau latihan beban parsiil.
17. Intensitas Latihan.
Intensitas latihan jasmani merupakan faktor yang sangat penting. Dari penelitian-penelitian dapat diketahuibahwa dosis latihan jasmani yang cukup dapat meningkatkan kesegaran aerobic. Makin berat intensitas latihan, makin besar efek latihan tersebut terhadap kesegaran aerobic ( sampai batas tertentu ).
Para olah ragawan biasanya mampu berlatih dengan intensitas yang berat,mendekati intensitas maksimal dalam jangka waktu yang relatif lama. Bagi bukan olahragawan yang ingin meningkatkan kesegaran aerobicnya, intensitas latihan harus berdasarkan kondisi yang dimiliki dan kemudian ditingkatkan secara bertahap, bertingkat dan berlanjut. Dari hasil penelitian ternyata intensitas latihan jasmani yang dapat meningkatkan kesegaran aerobic, berkisar antara 70% dari kapasitas aerobic maksimal, sedangkan intensitas latihan jasmani yang kurang dari 60% kapasitas aerobic maksimal, kurang berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan aerobic. Bagi yang belum melaksanakan latihan jasmani dengan teratur dapat berlatih dengan intensitas kurang dari 60% untuk latihan penyesuaian. Intensitas yang melampaui 90% dari kapasitas aerobic maksimal tidak dianjurkan.
Jadi intensitas latihan jasmani dalam menunjang kesegaran jasmani sebaiknya antara 60% sampai 80% dari kapasitas aerobic maksimal, agar latihan tersebut aman dan efektif.
Dalam penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungannya antara denyut nadi maksimal ( dalam persen ) dan kapasitas aerobic maksimal ( dalam persen ). Hubungan tersebut menunjukkan bahwa 60% kapasitas aerobic maksimal sama dengan 70% denyut nadi maksimal dan 80% kapasitas aerobic maksimal sama dengan 90% denyut nadi maksimal.
Untuk selanjutnya pelaksanaan latihan harus disesuaikan dengan katagori tingkat kesegaran aerobic yang dimiliki oleh perorangan. Setiap orang sesuai dengan kesegaran aerobic yang dimilikinya dan harus berlatih didaerah lain yang cocok, yang diatur sebagai berikut :
a. Bagi anggota yang belum melakukan latihan jasmani secara teratur menggunakan daerah latihan dengan maksimal denyut nadi 70% dari denyut nadi maksimal.
b. Bagi anggota yang telah melakukan latihan jasmani secara teratur dengan nilai kesegaran dibawah 34 ( katagori rendah ), maka daerah latihan baginya adalah antara 70% s/d 77,5% denyut nadi maksimal.
c. Bagi anggota yang telah melakukan latihan jasmani secara teratur dengan nilai kesegaran antara 35 s/d 45 ( katagori sedang ), daerah latihan yang cocok adalah antara 77,5% s/d 83% denyut nadi maksimal.
d. Bagi anggota yang telah melakukan latihan jasmani secara teratur dengan nilai kesegaran 45 keatas ( katagori baik ), daerah latihan yang cocok antara 83% s/d 90% denyut nadi maksimal.
Contoh : Prada A, berumur 25 tahun, dengan nilai kesegaran 36. Berapa denyut nadi yang diizinkan dalam latihan agar latihan tersebut efektif ?
Cara menghitung denyut nadi latihan :
- Denyut nadi maksimal : 220 – umur = 220 – 25 = 195.
- Nilai kesegaran 36 berada pada daerah latihan 77,5% s/d 83% denyut nadi maksimal.
- Batas bawah denyut nadi : 77,5/100 x 195 = 151.
- Batas atas denyut nadi : 83/100 x 195 = 162.
Jadi bila denyut nadi Prada A pada waktu latihan berada pada 151 s/d 162 denyutan, maka latihan tersebut akan cocok dengan nilai kesegaran aerobic yang dimilikinya.
Penjelasan : Pergunakan umur dan nilai kesegaran aerobic untuk menentukan daerah latihan. Untuk umur 25 tahun dan nilai kesegaraqn aerobic sedang, maka denyut nadi yang sesuai adalah antara 151 s/d 162, sehingga apabila Prada A latihan pada daerah latihan tersebut akan bermanfaat, bila latihan dengan denyut nadi kurang dari 151 maka latihan kurang bermanfaat, sedangkan bila latihan dengan denyut nadi diatas 162 maka latihan tersebut akan merugikan / membahayakan.
18. Lamanya Latihan
Lamanya latihan dilaksanakan perlu diketahui jika intensitas latihan lebih berat, maka waktu latihan dapat lebih pendek dan sebaliknya jika intensitas latihan lebih pendek / kecil, maka waktu latihan lebih lama untuk mendapatkan hasil latihan yang cukup. Agar latihan bermanfaat terhadap kesegaran jasmani maka waktu latihan minimal berkisar 15 – 25 menit dalam daerah latihan ( Training Zone ). Bila intensitas latihan berada pada batas bawah daerah latihan sebaiknya 20 – 25 menit. Sebaliknya bila intensitas latihan berada pada batas atas daerah latihan maka latihan sebaiknya antara 15 – 20 menit. Pentahapan latihan :
a. WARM UP selama 5 menit
Menaikkan denyut nadi perlahan-lahan sampai Training Zone
b. LATIHAN selama 15 – 25 menit
Denyut nadi dipertahankan dalam Training Zone sampai tercapai waktu latihan. Denyut nadi selalu diukur dan disesuaikan dengan intensitas latihan.
c. COOL DOWN selama 5 menit
Menurunkan denyut nadi sampai lebih kurang 60% dari denyut nadi maksimal.
19. Frekwensi Latihan
Frekwensi latihan ini berhubungan erat dengan intensitas dan lamanya latihan. Dari penelitian-penelitian disimpulkan bahwa 4x latihan perminggu lebih baik dari 3x latihan, dan 5x latihan sama baik dengan 4x latihan. Bila melaksanakan latihan 3x perminggu maka sebaiknya lama latihan ditambah 5 – 10 menit. Bila latihan 1 s/d 2x perminggu ternyata tidak efektif untuk melatih sistem Cardio vasculair ( sistem peredaran darah ) kita dan tak dapat pula memelihara kesegaran jasmani yang telah dicapai.
20. Problema Fisik yang mungkin timbul
a. Latihan dengan intensitas / dosis yang terlalu ringan tidak akan membawa pengaruh terhadap peningkatan kesegaran jasmani.
b. Bila terjadi rasa aneh pada jantung, berdebar berlebihan , merasa pusing, mendadak keluar keringat dingin, merasa akan pingsan, detak jantung terlalu cepat 5 – 10 menit setelah latihan, sesak napas 5 – 10 menit setelah latihan, merasa mual atau muntah selama / sesudah latihan, merasa capai / lelah sekali sesudah latihan, susah tidur pada malam harinya maka gejala ini menampakkan bahwa latihan yang dilakukan terlalu berat atau belum sesuai dengan kondisi fisik anda, dan sebaiknya intensitas latihan dikurangi sampai lebih kurang 70% denyut dari denyut nadi maksimal.
Menghitung DNM
Usia 20 tahun, maka DNM nya adalah =220-20=200 d/m. Artinya bahwa
latihan yang dilakukan tidak boleh melebihi batas DNM kita, supaya bisa
memberikan efek positif pada tubuh kita. Karena latihan atau olahraga
seperti pisau bermata dua, bisa bermanfaat bagi tubuh kita dan bisa
juga membunuh kita. Olahraga bisa bermanfaat jika kita sebagai pelaku
olahraga memahami cara dan aturan pelaksanaan olahraga itu sendiri
serta penetapan dosis latihannya yang terkait dengan intensitas,
olahraga bisa membunuh kita jika tidak tahu aturan pelaksanaan olahraga
yang baik dan benar sesuai dengan kemampuan tubuh dan usia kita.
Menghitung Training Zone
Setelah kita mengetahui DNM dan intensitas latihan kita maka berikutnya
adalah menghitung training zone kita. Contoh kecil penghitungan
Training Zone, DNM = 200 d/m, Intensitas untuk daya tahan = 60%-70%
dari DNM. Maka penghitungan Training Zonenya adalah 60% x 200 = 120 d/m
dan 70% x 200 = 140 d/m, dari penghitungan tersebut diketahui bahwa
Training Zone untuk latihan daya tahan usia 20 adalah 120 d/m sampai
140 d/m. Artinya bahwa denyut jantung anda harus dipertahankan antara
120 d/m sampai 140 d/m selama anda melakukan latihan daya tahan yang
bentuknya bisa berupa jogging atau apapun yang dicirikan dengan waktu
relatif lama, intensitasnya rendah (tidak cepat lelah atau cape).
Latihan Sampai Muntah?
Sebetulnya pada masa sekarang paradigma bagusnya latihan sampai muntah,
sudah mulai berubah. Akan tetapi masih ada saja yang percaya mengenai
latihan sampai muntah menunjukkan latihan tersebut memiliki kualitas
yang bagus. Paradigma ini bisa menyesatkan para pelaku olahraga, karena
kualitas latihan bukan ditentukan muntah atau tidaknya, melainkan dari
DNM dan Training Zone yang menjadi indikator dan kontrol latihan.
Latihan sampai muntah diakibatkan karena tubuh kita sudah tidak mampu
menerima dosis latihan yang diberikan. Bagaimana bisa terjadi seperti
itu?, ketika kita latihan seluruh otot kita berkontraksi termasuk otot
perut kita. Hal ini menyebabkan tekanan pada organ dalam kita
diantaranya adalah lambung kita. Sebetulnya ada dua kondisi yang bisa
memunculkan muntah pada saat latihan, pertama ketika lambung kita
kosong dan asam lambung meningkat maka akan menekan ke otot perut kita
sedangkan otot perut kita sedang berkontraksi dan menekan lambung.
Dengan kontraksi otot perut yang agak kuat menekan ke lambung kita,
efek awalnya adalah rasa mual dan kemudian muntah berupa cairan kental.
Kondisi kedua adalah ketika lambung kita terisi oleh makanan yang baru
masuk ke lambung dan masih dicerna, hal ini juga bisa membuat rasa
mual dan bisa-bisa sampai muntah berupa makanan yang tadi kita makan.
Jadi muntah tidak bisa dijadikan ukuran kualitas latihan yang bagus.
Karena merupakan efek dari kurang sistem pencernaan yang kurang bagus
terutama di lambung.